Sabtu, 18 Mei 2013

Asal Mula Keruwetan Pengelolaan Kawasan Hutan Lanskap Bukit Tigapuluh


Area BekasTebangan di Sekitar Bukit Tigapuluh (Dok : Pribadi)
Rusaknya hutan lanskap Bukit Tigapuluh bermula ketika kawasan itu diserahkan kepada PT Industries et Forest Asiatiques (IFA), HPH yang berada dibawah naungan Barito Pasific Group. Menteri Kehtanan mengeluarkan perpanjangan izin HPH PT IFA di Provinsi Jambi dan Riau berdasarkan SK Menhut No.608/Menhut-VI/1993 terhitung tanggal 17 juli 1998 - 16 Juli 2008 dengan PT IFA Jambi (Blok Pasir Mayang) Kabupaten Tebo seluas 108.000 ha dan PT IFA Riau (Blok Rengat) Kabupaten IndragiriHulu seluas 70.000 ha. Namun September 2001 PT IFA menyerahkan pengelolaan areal konsesinya kepada pemerintah.
Setelah penyerahan inilah kemudian terjadi tumpang tindih pengelolaan kawasan eks IFA baik yang berada di Jambi maupun yang berada di Riau, dengan terbitnya sejumlah perizinan. Sedikitnya ada 8 perizinan yang keluar dari wilayah ini. Belakangan Menteri Kehutanan mencabut dan meminta meninjau ulang beberapa diantara izin tersebut. Sampai sekarang kawasan eks PT IFA itu masih menunggu proses penetapan status baru oleh Menteri Kehutanan Lanskap Hutan Bukit Tigapuluh merupakan blok hutan alam yang bersambungan seluas 507.814,78 ha, terdiri dari hutan dataran rendah keringa dan peguanungan. Lanskap bukit Tigapuluh dan Lanskap Hutan Tesso Nilo merupakan kawasan akhir yang tersisa dari hutan dataran rendah kering yang saling bersambungan di Pulau Sumatera. Kawasan ini dapat dikaterogikan hampir "punah" di Sumatera. Sebelumnya Bukit Tigapuluh relatif aman dari konservasi skala besar karena topografinya yang berbukit, kondisi hutannya juga masih relatif baik. Namun kini terancam akibat kehadiran sejumalah perusahaan dan terbukanya akses karena pembukaan koridor.
Keadaan ini mendorong terjadinya okupasi lahan yang dilakukan oleh masyarakat. Akibatnya terjadi open acces resources tragedi (tragedi akses sumberdaya alam yang terbuka). Perlindungan dan pengamanan yang maksimal, harusnya menjadi pilihan mutlak yang harus dilakukan, jika tidak maka hamparan hutan dataran rendah Sumatera dengan nilai konservasi tinggi ini akan tinggal kenangan, disusul dengan bencana lingkungan akibat rusaknya ekologi. (Sumareni-KKI Warsi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar