Jumat, 01 November 2013

KERUGIAN AKIBAT KONFLIK GAJAH DI TEBO JAMBI MENCAPAI 13 MILYAR


AUDIENSI DENGAN KOMISI II DPRD TEBO : KERUGIAN AKIBAT KONFLIK GAJAH DI TEBO JAMBI MENCAPAI 13 MILYAR
Tebo 31 Oktober 2013
Wakil Ketua DPRD Tebo Sedang Memimpin Audiensi
Sejumlah perwakilan masyarakat yang berasal dari Kecamatan Sekalo, Kecamatan Serai Serumpun dan Kecamatan VII Koto mengadukan permasalahan konflik gajah yang sudah lama dihadapi oleh masyarakat,melalui audiensi yang difasilitasi oleh Komisi II DPRD Tebo.  Turut diundang dan hadir  pada audiensi ini yaitu Dinas kehutanan,BKSDA,  Franfurt Zoological Society (FZS), PT LAJ dan Asisten I.
Pada audiensi ini masyarakat mempertanyakan mengenai SK Bupati mengenai pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Satwa liar yang sudah terbentuk sejak tahun 2010 namun sampai sekarang belum ada tindakannya yang jelas. Masyarakat juga mengharapkan adanya solusi untuk penanggulangan konflik gajah yang dihadapi masyarakat. Kepala Desa Kuamang menyampaikan “Konflik gajah yang dihadapi masyarakat sebenarnya sudah terjadi sangat lama. Sudah ribuan hektar lahan masyarakat yang menjadi korban namun belum ada tindakan yang jelas”. Pernyataan  serupa juga di ungkapkan oleh Suyono dari Desa SP5 yang menyatakan “pemerintah cukup lamban dalam menanggulangai konflik. Karena konflik sudah terjadi cukup lama namun belum ada tindakan dari pemerintah”.
Konflik antara manusia dan gajah yang dialami masyarakat semakin tinggi karena habitat gajah sudah habis. Banyak kawasan hutan yang tadinya merupakan habitat gajah dikonversi menjadi areal HTI, perkebunan dan pertambangan. Hal ini yang menyebabkan konflik gajah semakin tinggi karena minimnya ktersediaan pakan gajah di hutan sehingga gajahmasuk ke kebun masyarakat. Dari data yang dikumpulkan oleh Franfurt Zoological Society kerugian yang dialami olah masyarakat mencapai Rp 13.658.442.020,- ini belum termasuk kerugian secara psikhis yang dialami masyarakat saat berkonflik. Bahkan hingga jatuh korban jiwa. Albert Tetanus dari FZS kemudian juga menyampaikan “ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi resiko kerusakan akibat konflik dengan gajah seperti menjaga kebun, penggunaaan meriam karbit, Bom asap,dan pembangunan pagar listrik”. Pagar listrik menjadi metode yang cukup efektif namun biayanya cukup mahal. “Pagar listrik ini sudah dibangun di desa Sekutur Jaya kecamatan serai serumpun atas kerjasama dari FZS, BKSDA dan Masyarakat dan sampai sekarang cukup berhasil untuk mecegah gajah memasui kebun-kebun sawit milik masyarakat”, tambahnya.
Pak Prayitno dari Dinas kehutanan menyampaikan juga “Adanya pembentukan tim koordinasi penanggulangan satwa liar merupakan tindak lanjut karena jatuhnya korban jiwa 1 orang meninggal dunia karena konflik dengan gajah di kecamatan VII Koto. Namun setelah tim koordinasi ini dibentuk kemudian belum ada koordinasi sampai sekarang”.
Kemudian Pak Popri dari Komisi II menyampaikan “ Untuk kedepannya perlu merevisi tim koordinasi penangulangan satwa liar agar lebih efektif. Selain itu kemudian juga dianggarkan untuk kegiatan kegiatannya termasuk juga di setiap dinas. Jadi di depan tidak ada lagi alasan tidak ada anggaran untuk penanggulangan konflik dengan satwa liar”.
Adanya areal khusus untuk gajah menjadi hal penting karena untuk penanggulangan konfliknya menjadi lebih mudah. Dan jika sudah ditetapkan maka areal ini tidak boleh diganggu-ganggu lagi dan diubah untuk penggunaan lain. Areal ini nantinya selain menjadi pusat konservasi juga akan menjadi pusat pendidikan dan yang lainnya. Peran swasta diharapkan juga dapat membantu masyarakat untuk mananggulangai konflik karena adanya perusahaan yang beroperasi di kawasan bukit tiga puluh ini juga berkonstribusi terhdap rusaknya habitat gajah. Setidaknya dari dana CSR yang dimiliki oleh perusahaan. Dari  hasil Audiensi ini diputuskan akan adanya pembahasan lebih teknis dan perumusan strtegi untuk penanggulangan konfliknya. Untuk itu pada audiensi yang dipimpi oleh Wakil Ketua DPRD Tebo ini kemudian menetapkan Tim Ad hoc yang berfungsi untuk merumuskan strategi tersebut. Tim Ad hoc yang di koordinatori oleh Dinas Kehutanan diberi waktu selama satu mingggu untuk kemudian memaparkan hasilnya. Untuk jangka waktu dekatnya BKSDA diminta untuk dapat merespon konflik yang ada dimasyarakat sampai kemudian ada rumusan strateginya.(leo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar