Minggu, 24 Maret 2013

Seri Menggapai Atap Andalas : Kerinci, Atap Tertinggi Sumatra (Bag 2)

Tugu Macan Maskot Desa Kersik Tuo
Gunung Kerinci masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), yang melintang d sisi barat Pulau Sumatra dari padang, Jambi hingga Bengkulu. Kawasan ini juga menjadi benteng terakhir bagi satwa-satwa liar diantaranya Harimau Sumatera. Saat ini binatang endemik Sumatera ini status keberadaannya cukup memprihatinkan sementara kerabat terdekatnya Harimau Jawa dan Harimau Bali sudah dinyatakan punah. Di persimpangan hendak masuk jalur pendakian ada tugu macan yang juga menjadi juga menjadi ikon bagi wilayah ini. Wilayah Kerinci juga terkenal dengan teh kayu aro. Perkebunan teh ini terhampar luas di sekitar Gunung Kerinci. Teh kayu aro memiliki cita rasa yang khas dan sudah memiliki pasar ekspor yang bagus.

Setelah mengurus perijinan atau R10 bersama dengan sekelompok pendaki dari Bandung, saya langsung menuju Pintu Rimba. Gerbang yang menjadi perbatasan antara Taman nasional dan ladang masyarakat. Dengan Mengikuti Jalan Aspal, dari Pos Perijinan menuju  Pintu rimba ini membutuhkan waktu sekitar 30 menit perjalanan. Suasana perkebunan nampak terlihat jelas dalam perjalanan menuju Pintu Rimba ini. Seringkali saya berjumpa dengan petani yang akan berangkan ke ladang. Banyak juga yang sudah berada di ladang, ada yang sedang menanam, menyeprot atau sekedar membersihkan tanaman dari rumput liar Dari dialog yang mereka ucapakan menunjukan bahwa mereka merupakan Suku Jawa. Wilayah Kerinci bagian tengah memang sebagain besar dihuni oleh orang jawa. Hal ini membuat seolah saya merasa di tanah sendiri jadinya.
Pondok Di Pos 1

Memasuki Pintu Rimba, nampak kontras sekali dengan sebelumnya. Saya langsung disambut dengan lebatnya hutan kerinci. Keteduah dan kesejukannya memberi saya tenaga baru setelah sebelumnya dipanggang dalam terik matahari. Untungnya sudah beberapa hari ini tidak turun hujan sehingga jalanan berlumpur  di sepanjang setapak hanya menyisakan jejak-jejak kaki yang nampak mulai mengeras. Dari Pintu Rimba menuju Pos 1 kemuian menuju pos 2 dan 3 jaraknya tidak begitu jauh. Jarak antar  posnya membutuhkan waktu sekitar 20 menit perjalanan. Jalur yang dilewati pada pos ini relatif landai dengan tutupan hutan yang cukup lebat. Di sebelah kiri jalur ini ada mata air, namun seringkali kering saat musim kemarau. Pada pos ini terdapat bangunan permanen yang dapat digunakan untuk beristirahat, namun para pendaki tidak dianjurkan untuk menginap di daerah ini dikarenakan harimau sumatera seringkali melintas di daerah ini. Bunyi-bunyi beruk, simpai dan berbagai jenis hewan terdengar jelas. Menunjukn ekosistem di sekitar sini masih bagus. Tempat ini sepertinya memang akan menjadi benteng terakhir bagi satwa liar.

Menuju ke Shelter 1, medan mulai berat, jalanan yang terjal dan akar-akar yang melintang menjadi awal tantangan menapaki setapak kerinci ini. Beberapa kali saya harus menggunakan kedua tangan saya sebagai tumpuan untuk bisa melewati jalan yang memang cukup terjal. Mendaki gunung sendirian selain dibutuhkan mental juga dibutuhkan fisik yang tangguh, karena peralatan dan perlengkapan tentunya akan dibawa sendiri. Saya sendiri mulai merasa kepayahan, selain beban yang cukup berat perjalanan jauh semalaman tadisepertinya sudah cukup menguras tenaga saya. Untuk menuju shelter 1 ini saya membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Sesampai di shelter ini saya langsung membongkar peralatan masak, saya perlu mengisi ulang tenaga. Tanpa banyak membuang waktu, sepring mie cornet sudah terhidang dan siap disantap.
Suasana di Shelter 1

Perlahan-lahan tenaga saya mulai pulih kembali. Barang-barang dan perlengkapan memasak  sudah kemablai terpacking. Saya pun sudah siap melanjutkan perjalanan kembali. Target saya kalai ini adalah shelter 2. Medan menuju shelter 2 bertambah berat, semakin terjal dan banyakakar-akar yang melintang. Tangan saya selalau aktif dan sering menjadi tumpuan untukbisa mengangkat tubuh saya melewati jalan yang curam. Tutupan hutan yang rapat sedikit demisedikit mulai terbuka. Mulai nampak jenis pohon-pohon perdu dan semak. Kabut tipis dan angin terasa sampai menusuk tulang. Menurut keterangan penduduk di bawah, sat musim terang seperti ini angin memang bertiup kencang. tak ingin, mengambil resiko, saya kemudian mengenakan rain coat. Berharap semoga bisa untuk melindungi kulit-kulit tubuh dari terpaan angin. setelah berjalan selam kekitar 3 4 jam perjalan saya akhirnya tiba di shelter 2. Tiupan angin semakin terasa kencang. untungnya di tempat ini cukup terlindung oleh tanaman-tanam perdu dan tebing. Nampakbekas bangunan pos yang hanya tertingal rangka saja. tiupan angin besar sepertinya sudah mengkoyak-koyak atap dan dinding bangunan tersebut. Sya pun kemudian mendirikan tendan di balik tebing bersama sekelompok pendaki yang lain.Angin terus bertiup kencang dan udara semakin dingin. Perangkat GPS di saku saya menunjuk pada 3050 mdpl. Gigi-gigiku mulai saling beradu, dan tubuh mulai menggigil. (Bersambung) Melihat Kerinci, atap Tertinggi Sumatra (Bag 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar